Jumat, 19 Desember 2014

POLISI VS POLISI



JAKARTA - Konflik aparat di Batam, Kepulauan Riau, seperti tak ada habisnya. Belum tuntas dua kasus bentrokan Brimob dengan anggota TNI Yonif Tuah Sakti, kini bentrok terjadi lagi pada Rabu (17/12) dini hari kemarin. Kali ini, bentrok terjadi antara oknum Polri melawan oknum Polri.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengharapkan Mabes Polri bertindak tegas menyikapi kasus ini. Seluruh anggota Polri yang terlibat bentrokan harus dipecat dan pimpinan kepolisian di Kepri dicopot dari jabatannya.

"IPW menilai apa yang terjadi di Batam adalah gambaran betapa lemahnya pengawasan atasan terhadap bawahan," kata Neta dalam keterangan persnya, Kamis (18/12).

Ia menambahkan bentrokan itu menunjukkan sikap arogan, superioritas, dan ketidakpedulian anggota Polri yang seharusnya menciptakan rasa aman bagi publik.

Bentrokan itu menjadi teror baru bagi warga Batam di tengah belum tuntasnya kasus bentrokan TNI-Polri beberapa hari lalu.

Menurut Neta, dalam bentrokan antar anggota Polda versus Polairud itu terlihat mereka menenteng senjata. Lima orang luka dan sejumlah tempat dihancurkan dalam bentrokan ini.

Peristiwa ini menunjukkan anggota Polri tersebut tidak peduli dengan situasi psikologis warga Batam yang masih trauma pascabentrokan TNI-Polri.

"Elit-elit Polri tidak cukup hanya minta maaf dalam kasus ini. Tapi harus memaparkan kasus ini secara transparan, mengganti semua kerusakan, mengganti biaya pengobatan korban, memecat semua polisi yang terlibat, dan mencopot pimpinan kepolisian di Kepri," jelas Neta.

Dia mengatakan selama ini elit Polri cenderung melindungi anggotanya yang terlibat tindak pidana. Anggota Polri yang melakukan pengeboman Wisma Bhayangkari Jakarta misalnya, tidak dipecat dan masih berkarir di Polri. Begitu juga Kapolsek di Jabar yang terlibat kasus narkoba hanya dimutasi ke Papua.

"Aksi melindungi ini sangat tidak mendidik dan tidak akan membuat efek jera serta tidak melahirkan keteladanan," papar dia.

Neta mengatakan sikap-sikap elit Polri inilah yang membuat jajaran bawah kepolisian sering bertindak semaunya termasuk doyan bentrok seperti di Batam.

"Sikap negatif elit Polri ini perlu direvolusi mental agar jajaran bawahnya tidak bertindak semaunya," tuntas Neta. (boy/jpnn)

Bentrok sesama polisi



JAKARTA - Kapolri Jenderal Sutarman membantah bentrokan di diskotek M-One Pub, Batam, Rabu (17/12) melibatkan sesama oknum polisi dari Polda Kepulauan Riau kontra Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Mabes Polri. Menurutnya, yang terjadi adalah kericuhan antara oknum Polairud dengan masyarakat.

"Itu bukan antara anggota Polri. Tapi, antara masyarakat dengan Polairud. Saya kira sama-sama di dalam tempat hiburan," kata Sutarman saat ditemui usai menghadiri sebuah acara di Jakarta Barat, Jumat (19/12).


Meski membantah, Sutarman tetap akan memproses anggotanya yang terlibat bentrok tersebut. Apalagi, katanya, anggota Polri tidak boleh berada di tempat hiburan malam kalau bukan karena tugas.


"Tidak boleh kalau tidak melaksanakan tugas. Polair ya tugasnya di air, bukan diskotek," ungkap Sutarman.


Sebelumnya, Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol) Ronny F Sompie, mengatakan Kapolri telah memerintahkan Kapolda Kepri untuk menindak tegas semua yang terlibat dalam bentrok itu. Menurutnya, oknum polisi yang terlibat perkelahian itu harus dihukum.


“Kapolri telah memerintahkan Kapolda Kepri agar semua yang terlibat ditindak. Tentunya dengan pembuktian yuridis melalui penegakan hukum secara pidana maupun kode etik profesi,” kata Ronny kepada JPNN di Jakarta, Kamis (18/12). (boy/jpnn)

Selasa, 09 Desember 2014

Polisi Demo Lepas Seragam di Depan Istana Merdeka



VIVAnewsBrigadir Polisi Kumala Tua Aritonang, anggota jajaran Direktorat Narkoba Polda Bengkulu, melakukan aksi unjuk rasa dengan melepas seragam dinasnya di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa 9 Desember 2014.




Dia menuntut agar mantan atasannya eks Kapolres Seluma, AKBP Parhorian Lumbangaol, agar diproses secara hukum lantaran telah melakukan pemerasan terhadap dirinya hingga Rp20 miliar dalam sebuah kerjasama bisnis.

"Ini tentang pemerasan, pengancaman, penipuan, dan penggelapan rumah saya, yang rumah itu didapat dari warisan istri saya. Jadi saya dan istri sudah lapor ke Mabes Polri dan Polda Bengkulu. Saya berharap kasus ini jangan dilimpahkan ke Polda Bengkulu, tetapi masih juga dilimpahkan, jadi kami sangat kecewa, apalagi pimpinan polri hanya mendengar masukan dari bawahan, tidak mendengar langsung

dari saya sendiri," ungkap Kumala Tua kepada VIVAnews.

Menurutnya, peristiwa ini bermula pada tahun 2009. Saat itu atasannya AKBP Parhorian Lumbangaol mengajak istrinya, Junita Mardaleni, yang merupakan pengusaha di bidang properti untuk bekerjasama.


Awalnya, atasannya ini memberikan dana sebesar Rp30 juta, dan kerjasama pertamanya sukses. Uang saat itu berhasil dikembalikan. Setelah itu, ia kembali melakukan kerjasama dengan pinjaman dana lebih besar, yakni Rp800 juta. Namun ternyata gagal. Sementara atasannya itu menagih uang pinjamannya dengan bunga 10-15 persen.

"Saya ingin membuat kasus ini nasional, kalau memang dianggap saya berpakaian dinas memalukan polisi, saya siap menerima sanksi apapun," ucapnya.

"Jadi dilihatnya saya ada usaha dia mulai ngusili saya, pokoknya dia itu rentenir, saya akhirnya nggak tahan juga. Saya sangat berharap dapat bertemu dengan dengan presiden atau kapolri. Kalau yang mewakili, saya nggak yakin, karena sudah sering saya ketemu," tambahnya.

Dalam aksinya Kumala tak sendiri, ia rupanya dibantu LSM Gerakan Peduli Sesama.

Sebelumnya anggota kepolisian ini juga telah melakukan aksi unjukrasa di Bundaran HI, senayan, Jakarta Pusat, Senin kemarin, 8 Desember 2014. "Kalau mau kaya jangan jadi polisi dong," tutupnya dengan kesal.


Laporan: Fikri Halim/Vivanews

Kamis, 04 Desember 2014

Pengawal Kapolda Metro Ribut dengan Paspampres Saat Jokowi Beri Arahan di Semarang



Jakarta - Insiden salah paham berujung cekcok terjadi antara pengawal Kapolda Metro Iptu Reza Fahlevi dengan perwira Paspampres. Peristiwa ini terjadi saat Presiden Jokowi memberi pengarahan di depan Kapolda dan Kapolres di Semarang pada Selasa (2/12).

Soal insiden ini menjadi ramai karena menyebar via broadcast message. Banyak yang membicarakan soal kebenaran insiden cekcok itu. Broadcast itu menyebar massif siang ini. Entah siapa yang memulai menyebarkannya.

Saat diklarifikasi soal insiden itu, Koordinator Staf Pribadi Kapolda Metro Jaya, AKBP Agung Marlianto yang juga atasan Iptu Reza, membenarkan adanya insiden tersebut. Agung mengaku melihat anak buahnya dipukul oleh perwira Paspampres tersebut.

"Kami sudah melaporkan insiden tersebut kepada Pomdam IV Diponegoro, sedang dalam penyelidikan Pomdam. Kami percayakan prosenya kepada Pomdam," ujar Agung saat dikonfirmasi, Kamis (4/12/2014).

Agung menceritakan awal mulai insiden itu versi dia. Menurutnya, semua berawal ketika anggotanya berada di Gedung Cendekia Akpol, saat Jokowi memberikan pengarahan. Reza yang saat itu mengenakan baju batik dengan lencana Polri di dada kirinya, ditegur oleh perwira Paspampres berpangkat kolonel.

"Beliau bertanya ke Reza, kamu Humas ya? Dipikir kami sipil. Dijawab Reza, 'bukan, saya Staf Spripim', lalu disuruh keluar," kata Agung.

Namun insiden di dalam berlanjut di luar gedung. Reza dihampiri dan ditegur. Dalam broadcast message yang beredar disebut membawa senjata api. Tapi Agung menyampaikan, sama sekali anak buahnya itu tidak membawa senjata api. Peneguran terjadi karena anak buahnya disangka Humas
 
"Kami tahu aturan itu, SOP-nya kami tahu kalau Ring 1 Waskita (pengamanan presiden) tidak boleh ada yang bawa senjata. Kami sudah paham aturan itu karena kami juga sering dampingi Kapolda kalau Pam Waskita," tegas Agung.

Rupanya, teguran dari perwira Paspampres itu kemudian berujung pada perdebatan. Agung saat itu juga menengahi perdebatan anggotanya untuk menenangkan situasi. Tetapi akhirnya Agung dan Reza diusir dari dalam ruangan.

"Di luar baru terjadi pemukulan tersebut. Reza dipukul di bagian dadanya sebanyak dua kali," imbuhnya.

Reza sendiri saat itu telah divisum dan insiden tersebut telah dilaporkan ke Pomdam V Diponegoro. "Saya hanya meminta keadilan. Yang dipukul itu perwira," pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari Paspampres. Sementara Denpom Diponegoro yang dikonfirmasi tengah rapat.