Pengertian Khilafah dan Khalifah
Khilafah dalam terminology
politik Islam ialah sistem pemerintahan Islam yang meneruskan sistem
pemerintahan Rasul Saw. dengan segala aspeknya yang berdasarkan
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. Sedangkan Khalifah ialah Pemimpin
tertinggi umat
Islam sedunia, atau disebut juga dengan Imam A’zhom yang sekaligus
menjadi pemimpin Negara Islam sedunia atau lazim juga disebut dengan
Khalifatul Muslimin.
Khalifah dan khilafah itu hanya terwujud bila :
- Adanya seorang Khalifah saja dalam satu masa yang diangkat oleh umat Islam sedunia. Khalifah tersebut harus diangkat dengan sistem Syura bukan dengan jalan kudeta, sistem demokrasi atau kerajaan (warisan).
- Adanya wilayah yang menjadi tanah air (wathan) yang dikuasai penuh oleh umat Islam.
- Diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Atau dengan kata lain, semua undang-undang dan sistem nilai hanya bersumber dari Syariat Islam yang bersumberkan dan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. seperti undang-undang pidana, perdata, ekonomi, keuangan, hubungan internasional dan seterusnya.
- Adanya masyarakat Muslim yang mayoritasnya mendukung, berbai’ah dan tunduk pada Khalifah (pemimpin tertinggi) dan Khilafah (sistem pemerintahan Islam).
- Sistem Khilafah yang dibangun bukan berdasarkan kepentingan sekeping bumi atau tanah air tertentu, sekelompok kecil umat Islam tertentu dan tidak pula berdasarkan kepentingan pribadi Khalifah atau kelompoknya, melainkan untuk kepentingan Islam dan umat Islam secara keseluruhan serta tegaknya kalimat Allah (Islam) di atas bumi. Oleh sebab itu, Imam Al-Mawardi menyebutkan dalam bukunya “Al-Ahkam As-Sulthaniyyah” bahwa objek Imamah (kepemimpinan umat Islam) itu ialah untuk meneruskan Khilafah Nubuwwah (kepemimpinan Nabi Saw.) dalam menjaga agama (Islam) dan mengatur semua urusan duniawi umat Islam.
2. Syarat-Syarat Khalifah
Karena Khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat Islam, bukan hanya
pemimpin kelompok atau jamaah umat Islam tertentu, dan bertanggung
jawab atas tegaknya ajaran Islam dan ururusan duniawi umat Islam, maka
para ulama, baik salaf (generasi awal Islam) maupun khalaf (generasi
setelahnya), telah menyepakati bahwa seorang Khalifah itu harus memiliki
syarat atau kriteria yang sangat ketat. Syarat atau kriteria yang
mereka jelaskan itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, Sunnah Rasul Saw.
dan juga praktek sebagian Sahabat, khususnya Khulafaurrasyidin setelah
Rasul Saw, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, radhiyallahu ‘anhum
ajma’in.
Menurut Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, paling tidak ada
sepuluh syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah
:
- Muslim. Tidak sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
- Laki-Laki. Tidak sah jika ia perempuan karena Rasul Saw bersabda : Tidak akan sukses suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
- Merdeka. Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
- Dewasa. Tidak sah jika anak-anak, kerena anak-anak itu belum mampu memahami dan memenej permasalahan.
- Sampai ke derajat Mujtahid. Kerena orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan (taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdul Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) ulama bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi umat Islam jika tidak sampai ke derajat Mujtahid tentang Islam.
- Adil. Tidak sah jika ia zalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang zalim.
- Profesional (amanah dan kuat). Khilafah itu bukan tujuan, akan
tetapi sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang disyari’atkan seperti
menegakkan agama Allah di atas muka bumi, menegakkan keadilan, menolong
orang-orang yang yang dizalimi, memakmurkan bumi, memerangi kaum kafir,
khususnya yang memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya.
Orang yang tidak mampu dan tidak kuat mengemban amanah tersebut tidak
boleh diangkat menjadi Khalifah.
Sebab itu, Imam Ibnu Badran, rahimahullah, menjelaskan bahwa pemimpin-pemimpin Muslim di negeri-negeri Islam yang menerapkan sistem kafir atau musyrik, tidaklah dianggap sebagai pemimpin umat Islam karena mereka tidak mampu memerangi musuh dan tidak pula mampu menegakkan syar’ait Islam dan bahkan tidak mampu melindungi orang-orang yang dizalimi dan seterusnya, kendatipun mereka secara formal memegang kendali kekuasaan seperti raja tau presiden. Lalu Ibnu Badran menjelaskan : Mana mungkin orang-orang seperti itu menjadi Khalifah, sedangkan mereka dalam tekanan Taghut (Sistem Jahiliyah) dalam semua aspek kehidupan? - Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya. Orang yang cacat fisik atau lemah fisik tidak sah kepemimpinannya, karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu menjalankan tugas besar untuk kemaslahatan agama dan umatnya? Untuk dirinya saja memerlukan bantuan orang lain.
- Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana mungkin orang pengecut itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang dijelaskan Umar Ibnul Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku adalah pengembala onta bagi Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata : Anda telah menelantarkan (onta-onta) itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul aku dan berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik. Sekarang aku telah bebas merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi seorangpun yang aku takuti selain Allah.
- Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir Bin Malik, Bin Nadhir, Bin Kinanah, Bin Khuzai’ah. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-sayarat sebelumnya. Jika tidak terpenuhi, maka siapapun di antara umat ini yang memenuhi persayaratan, maka ia adalah yang paling berhak menjadi Khalifah.
3. Sistem Pemilihan Khalifah
Dalam sejarah umat Islam, khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin
sepeninggalan sistem Nubuwah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.
sampai jatuhnya Khilafah Utsmaniyah di bawah kepemimpinan Khalifah Abdul
Hamid II yang berpusat di Istambul, Turkey tahun 1924, maka terdapat
tiga sistem pemilihan Khalifah.
Pertama, dengan sistem Wilayatul ‘Ahd (penunjukan Khalifah
sebelumnya), seperti yang terjadi pada Umar Ibnul Khattab yang ditunjuk
oleh Abu Bakar.
Kedua, dengan sistem syura, sebagaimana yang terjadi pada Khalifah
Utsman dan Ali. Mereka dipilih dan diangkat oleh Majlis Syura. Sedangkan
anggota Majlis Syura itu haruslah orang-orang yang shaleh, faqih, wara’
(menjaga diri dari syubhat) dan berbagai sifat mulia lainnya. Oleh
sebab itu, pemilihan Khalifah itu tidak dibenarkan dengan cara demokrasi
yang memberikan hak suara yang sama antara seorang ulama dan orang
jahil, yang shaleh dengan penjahat dan seterusnya. Baik sistem pertama
ataupun sistem kedua, persyaratan seorang Khalifah haruslah terpenuhi
seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kemudian, setelah sang Khalifah
terpilih, maka umat wajib berbai’ah kepadanya.
Ketiga, dengan sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang
terjadi pada sebagian Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem
ini jelas tidak sah karena bertentangan dengan banyak dalil Syar’i dan
praktek Khulafaurrasyidin.
4. Tugas dan Kewajiban Khalifah
Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah
kepemimpinannya bukan untuk sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi
mecakup seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya bukan hanya
pada urusan tertentu, seperti ibadah atau mu’amalah saja, akan tetapi
mencakup penegakan semua sistem agama atau syari’ah dan managemen urusan
duniawi umat. Tanggung jawabnya bukan hanya terhadap urusan dunia, akan
tetapi mencakup urusan akhirat. Tugasnya bukan sebatas menjaga keamanan
dalam negeri, akan tetapi juga mencakup hubungan luar negeri yang dapat
melindungi umat Islam minoritas yang tinggal di negeri-negeri kafir.
Kewajibannya bukan hanya sebatas memakmurkan dan membangun bumi
negeri-negeri Islam, akan tetapi juga harus mampu meberikan rahmat bagi
negeri-negeri non Muslim (rahmatan lil ‘alamin).
Secara umum, tugas Khalifah itu ialah :
- Tamkin Dinillah (menegakkan agama Allah) yang telah diridhai-Nya dengan menjadikannya sistem hidup dan perundangan-undangan dalam semua aspek kehidupan.
- Menciptakan keamanan bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam dari ancaman orang-orang kafir, baik yang berada dalam negeri Islam maupun yang di luar negeri Islam.
- Menegakkan sistem ibadah dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik (QS.Annur : 55).
- Menerapkan undang-undang yang ada dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah Rasul Saw. dengan Haq dan adil, kendati terhadap diri, keluarga dan orang-orang terdekat sekalipun. (QS. Annisa’ : 135, Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22 & 26)
- Berjihad di jalan Allah.
Kesimpulan
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan :
- Khilafah dan Khalifah dua hal yang saling terkait. Keduanya merupakan ajaran Islam yang fundamental. Menegakkan Khilafah dan memilih Khalifah hukumnya wajib. Semua umat Islam berdosa selama keduanya belum terwujud.
- Khilafah belum terbentuk atau belum dianggap ada sebelum diangkatnya seorang Khallifah yang memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas, dipilih dan diangkat dengan sistem Syura umat Islam, dan mampu menunaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tertinggi umat Islam sedunia.
- Khilafah bukan tujuan, akan tetapi adalah alat untuk menegakkan dan menerapkan agama Allah secara menyeluruh dan orisinil. Allahu a’lamu bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar