Jakarta - Pihak Komjen Budi Gunawan
memastikan tak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka
kasus rekening gendut. Sikap Komjen Budi ini hanya akan membuat durasi
penyidikan kasus yang 'menyandera'-nya ini semakin lama saja.
Seperti diketahui, karena terjerat kasus ini, langkah Komjen Budi yang merupakan calon tunggal Kapolri, harus terganjal. Meski sudah mengantongi persetujuan DPR, pelantikan Budi sebagai Kapolri ditunda sampai batas waktu yang tak pasti. Presiden Joko Widodo menyampaikan penundaan dilakukan terkait Komjen Budi yang tengah menghadapi proses hukum di KPK.
Nah, terkait dengan kasus yang menjeratnya, Komjen Budi hari ini dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun pengacara Komjen Budi memastikan Kepala Lemdikpol Polri itu tak akan memenuhi panggilan dengan menyebutkan alasan yang sifatnya administratif terkait surat panggilan.
Sedangkan KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Artinya, status seseorang sebagai tersangka di KPK tidak bisa gugur kecuali melalui mekanisme persidangan.
Dengan kata lain, jika Komjen Budi benar-benar menolak datang, maka masa waktu dia menyandang status tersangka akan lebih lama. Karena berkas penyidikan tidak kunjung rampung sehingga proses penuntutan urung dapat dilakukan.
Padahal kasus Komjen Budi ini merupakan prioritas KPK. Lembaga antikorupsi ini sengaja mempercepat kasus ini karena mendapatkan sorotan publik.
Selain menjadi prioritas, Ketua KPK Abraham Samad juga menyampaikan bahwa kasus rekening gendut Komjen Budi ini bukan kasus yang sulit. "Kasus BG bukanlah kasus rumit, bukan kasus yang sulit diselesaikan seperti kasus Bank Century atau kejahatan pajak atau BLBI. Istilah Dirdik (Direktur Penyidikan-red), kasus suap atau gratifikasi itu sama level dengan kasus yang biasa kita dengan tipiring, tindak pidana ringan," ucap Samad ketika menemui para relawan itu di kantornya, Jl HR Rasuna Sahid, Jakarta Selatan, Kamis (15/1/2015) lalu.
Samad menyebut kasus ini menjadi besar sebab melibatkan orang yang mempunyai kekuasaan tinggi pula. Apalagi Komjen Budi saat ini tengah dicalonkan sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman.
"Kenapa dia jadi besar, karena tersangkanya juga besar, terus besar kekuasaannya. Itu yang membuat kasus ini seolah-olah menjadi kasus yang kadang-kadang kita dengar white collar crime. Ini kejahatan ringan, yang biasa-biasa saja, tradisional," urai Samad.
Seperti diketahui, karena terjerat kasus ini, langkah Komjen Budi yang merupakan calon tunggal Kapolri, harus terganjal. Meski sudah mengantongi persetujuan DPR, pelantikan Budi sebagai Kapolri ditunda sampai batas waktu yang tak pasti. Presiden Joko Widodo menyampaikan penundaan dilakukan terkait Komjen Budi yang tengah menghadapi proses hukum di KPK.
Nah, terkait dengan kasus yang menjeratnya, Komjen Budi hari ini dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun pengacara Komjen Budi memastikan Kepala Lemdikpol Polri itu tak akan memenuhi panggilan dengan menyebutkan alasan yang sifatnya administratif terkait surat panggilan.
Sedangkan KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Artinya, status seseorang sebagai tersangka di KPK tidak bisa gugur kecuali melalui mekanisme persidangan.
Dengan kata lain, jika Komjen Budi benar-benar menolak datang, maka masa waktu dia menyandang status tersangka akan lebih lama. Karena berkas penyidikan tidak kunjung rampung sehingga proses penuntutan urung dapat dilakukan.
Padahal kasus Komjen Budi ini merupakan prioritas KPK. Lembaga antikorupsi ini sengaja mempercepat kasus ini karena mendapatkan sorotan publik.
Selain menjadi prioritas, Ketua KPK Abraham Samad juga menyampaikan bahwa kasus rekening gendut Komjen Budi ini bukan kasus yang sulit. "Kasus BG bukanlah kasus rumit, bukan kasus yang sulit diselesaikan seperti kasus Bank Century atau kejahatan pajak atau BLBI. Istilah Dirdik (Direktur Penyidikan-red), kasus suap atau gratifikasi itu sama level dengan kasus yang biasa kita dengan tipiring, tindak pidana ringan," ucap Samad ketika menemui para relawan itu di kantornya, Jl HR Rasuna Sahid, Jakarta Selatan, Kamis (15/1/2015) lalu.
Samad menyebut kasus ini menjadi besar sebab melibatkan orang yang mempunyai kekuasaan tinggi pula. Apalagi Komjen Budi saat ini tengah dicalonkan sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman.
"Kenapa dia jadi besar, karena tersangkanya juga besar, terus besar kekuasaannya. Itu yang membuat kasus ini seolah-olah menjadi kasus yang kadang-kadang kita dengar white collar crime. Ini kejahatan ringan, yang biasa-biasa saja, tradisional," urai Samad.
Ikuti berbagai berita menarik hari ini di program "Reportase Sore" TRANS TV yang tayang Senin sampai Jumat pukul 15.30 WIB
(fjr/fjr)
0 komentar:
Posting Komentar